Jumat, 23 Oktober 2009

Uraian Tugas Perencana Pertama

TUGAS POKOK
1. Identifikasi Permasalahan
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan :
1.1. Mempelajari dan memahami ketentuan serta peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan
fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman
pelaksanaan tugas.
1.2. Mengumpulkan data dan informasi melalui pengumpulan data sekunder melalui
media elektronik maupun media cetak.
1.3. Melakukan inventarisasi sumber daya yang potensial dalam rangka
identifikasi permasalahan.
1.4. Melakukan kodifikasi data dalam rangka pengolahan data dan informasi
1.5. Memasukkan data dan informasi dalam rangka pengolahan data dan informasi
1.6. Melakukan tabulasi data dan informasi dalam rangka pengolahan data dan informasi.
1.7. Mengolah data dalam rangka pengolahan data dan informasi
1.8. Membuat diagram dan table dalam rangka penyajian data dan informasi
1.9. Penyajian latar belakang masalah
1.10. Menentukan jenis permasalahan



Peranan :
• Pengumpul data dan informasi data sekunder
• Penginventarisir sumber daya baik sumber daya keuangan, SDM dan teknologi
• Pengkodifikasi data
• Pengentry data dan informasi
• Petugas yang mentabulasi data dan informasi
• Pengolah data
• Penyaji latar belakang masalah
• Yang menentukan jenis permasalahan

Indikator Prestasi :

• Terlaksananya kegiatan sesuai ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
• Terkumpulnya data dan informasi data sekunder sesuai dengan kebutuhan.
• Terinventarisir sumber daya baik sumber daya keuangan, SDM dan teknologi
• Terkodifikasi data
• Ter entry data dan informasi
• Tertabulasi data dan informasi
• Terolahnya data
• Tersajinya latar belakang masalah
• Teridentifikasikannya jenis permasalahan
• Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai
Pertanggungjawaban


2. Pengkajian Alternatif
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan :
2.1. Mempelajari dan memahami ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
2.2. Merumuskan criteria untuk menilai alternatif
2.3. Menulis saran untuk menilai alternative
2.4. Membuat laporan sebagai bahan pertanggungjawaban


Peranan :
• Perumus criteria dalam menilai alternatif
• Pembuat saran untuk menilai alternatif


Indikator Prestasi :

• Terlaksananya kegiatan sesuai ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
• Terrumuskannya criteria dalam menilai alternatif.
• Tersusunnya saran untuk menilai alternatif
• Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai
Pertanggungjawaban

3. Pengendalian Pelaksanaan
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan :
3.1. Mempelajari dan memahami ketentuan serta peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
3.2. Membuat laporan perkembangan pelaksanaan secara objektif.


Peranan :
• Pembuat laporan perkembangan pelaksanaan secara objektif


Indikator Prestasi :

• Terlaksananya kegiatan sesuai ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
• Tersusunnya laporan perkembangan pelaksanaan secara objektif
• Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai
Pertanggungjawaban



4. Penilaian hasil Pelaksanaan
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan :
4.1. Mempelajari dan memahami ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
4.2. Mengefektivitaskan tujuan dalam pengumpulan data dan informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan.
4.3. Pengumpulan data dan informasi untuk menilai dampak kemasyarakatan/lingkungan
4.4. Membuat laporan sebagai bahan pertanggungjawaban



Peranan :
• Pembuat efektivitas tujuan dalam pengumpulan data dan informasi
• Pengumpul data dan informasi untuk menilai dampak kemasyarakatan/lingkungan



Indikator Prestasi :

• Terlaksananya kegiatan sesuai ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan jabatan fungsional perencana serta juknis dan juklak Perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
• Efektifnya tujuan dalam pengumpulan data dan informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan.
• Terkumpulnya data dan informasi untuk menilai dampak kemasyarakatan/lingkungan
• Tersusunnya laporan sebagai bahan pertanggungjawaban.


TUGAS TAMBAHAN
1. Melaksanakan Tugas Pokok Perencana Muda yaitu menyusun perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan kebijakan strategis jangka pendek.(Karena di UPT tidak ada Jabatan Perencana Muda).
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan:
1.1. Mempelajari dan memahami ketentuan serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Perencanaan, Program dan Anggaran sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
1.2. Menyiapkan instrumen pengumpulan data perencanaan program dan anggaran untuk mengidentifikasi kebutuhan panti.
1.3. Menganalisis hasil pengolahan data yang terhimpun dari instrument sebagai bahan penyusunan program.
1.4. Menyusun skala prioritas sasaran program berdasarkan kebutuhan dan kapasitas panti
1.5. Menyiapkan data pendukung, harga satuan dan spesifikasi untuk melengkapi usulan kegiatan yang diajukan.
1.6. Menyusun draft usulan perencanaan program dalam bentuk aplikasi RKAKL.
1.7. Memverifikasi dan membuat draft usulan revisi sesuai dengan kebutuhan agar kesalahan dapat segera diperbaiki.
1.8. Menyiapkan bahan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)
1.9. Mengevaluasi bahan-bahan perencanaan program dan anggaran serta hasil yang diperoleh tahun sebelumnya sebagai bahan penyusunan bahan tahun berikutnya.
1.10. Membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai pertanggungjawaban.

Peranan :
• Penyusun Program dan Anggaran
• Penyusun, pendistribusi dan pengolah data untuk kegiatan
perencanaan
• Penyusun draft usulan perencanaan program dalam bentuk aplikasi
RKAKL, SBK.
• Tim evaluasi terhadap bahan-bahan perencanaan program dan anggaran serta hasil yang diperoleh tahun sebelumnya sebagai bahan penyusunan bahan tahun berikutnya.
• Tim pembahas, penelaah penyusunan program dan anggaran

Indikator Prestasi :
• Terlaksananya tugas sesuai dengan ketentuan serta peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan PAS sebagai pedoman
pelaksanaan tugas.
• Terkumpulnya instrumen data perencanaan program dan anggaran
sehingga teridentifikasinya kebutuhan panti.
• Tersusunnya serta teridentifikasikannya data untuk penyusunan
program
• Terpilihnya penetapan skala prioritas sasaran program
• Tersiapkannya data pendukung, harga satuan dan spesifikasi untuk
melengkapi usulan kegiatan yang diajukan.
• Tersusunnya draft usulan perencanaan program dalam bentuk
aplikasi RKAKL dan SBK.
• Tersusunnya draft usulan revisi sesuai dengan kebutuhan dan
kesalahan telah diperbaiki.
• Tersiapkannya bahan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)
• Terevaluasinya bahan-bahan perencanaan program dan anggaran
serta hasil yang diperoleh tahun sebelumnya sebagai bahan
penyusunan bahan tahun berikutnya.
• Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai
Pertanggungjawaban


TUGAS LAIN-LAIN
1. Tidak ada

TUGAS-TUGAS BERKALA
1. Tidak ada

















JABATAN YANG DIHUBUNGI NAMA UNIT KERJA
NYA MAKSUD/TUJUAN HUBUNGAN

JABATAN YANG LEBIH TINGGI

INTERN INSTANSI
1. Kepala Panti
2. KaSubag TATA USAHA
3. Kasie PAS
4. Kasie REHSOS
5. Kasub Dit
6. Ka Bag TU
7. Kabag Program
8. Jabatan Fungsional (Perencana,
Pekerja Sosial)



1. PSPP Galih Pakuan
2. PSPP Galih Pakuan
3. PSPP Galih Pakuan
4. PSPP Galih Pakuan
5. Direktorat NAPZA
6. Direktorat NAPZA
7. PI Ditjen Yanrehsos
8. Direktorat NAPZA,
PSPP Galih Pakuan


1. Konsultasi, pelaporan
2. Konsultasi, koordinasi
3. Konsultasi, koordinasi
4. Konsultasi, koordinasi
5. Konsultasi, pelaporan
6. Konsultasi, koordinasi
7. Konsultasi
8. Koordinasi

EKSTERN INSTANSI

1. Staff Bagian Penyusunan Anggaran
2. Staff Bagian Pembahasan dan Penelaahan Anggaran
3. Kepala Dinas Permukiman dan Tata Bangunan


1. DJA Jakarta Pusat

2. DJA Jakarta Pusat

3. Dinas Permukiman dan Tata Bangunan Kabupaten Bogor



1. Penyusunan anggaran
2. Penelahaan Anggaran
3. Konsultasi, melaporkan program
4. Konsultasi Data dukung RKAKL









JABATAN YANG SETARA

INTERN INSTANSI

1. Staf TU
2. Staf Rehsos
3. Pekerja Sosial
4. Perencana


1. PSPP Galih Pakuan

2. PSPP Galih Pakuan

3. PSPP Galih Pakuan

4. UPT Depsos


1. Koordinasi, meminta data
serta verifikasi data untuk
program
2. Koordinasi, meminta data
serta verifikasi data untuk
program
3. Koordinasi, meminta data
serta verifikasi data untuk
program
4. Koordinasi.

EKSTERN INSTANSI
-



JABATAN YANG LEBIH RENDAH

1. Tidak ada2. 3.
1. Tidak ada2. 3.
1. Tidak ada2. 3.









F. TANGGUNG JAWAB JABATAN


Pekerjaan yang diawasi Pengawasan Oleh Frekuensi Pengawasan
Tugas Pokok
Tugas tambahan 1. Kasie PAS
2. Kasie PAS 1. Tiap Hari
2. Tiap Hari

PEMBERIAN PENGAWASAN

Jabatan yang diawasi Jumlah Pejabat Pekerjaan yang diawasi Frekuensi Pengawasan
1. Tidak ada 1. Tidak ada 1. Tidak ada 1. Tidak ada

ADMINISTRASI

Nama Formulir/ Surat/Keputusan/ dll Waktu untuk Menemu- kan Kesalahan Waktu untuk Memperbaiki
1. Usulan Anggaran
2. RKAKL 2 jam
2 jam 5 jam
5 jam

KEUANGAN

Jumlah Uang Untuk Keperluan
Tidak ada Tidak ada

PERALATAN/MESIN/BAHAN
Tanggung jawab Alat /Mesin/Bahan
Nama Alat/Mesin/Bahan Akibat Kesalahan
Data RKAKL, DIPA, SBK Data tidak valid, error aplikasi RKAKL,DIPA,SBK


RAHASIA
Tanggung Jawab Kerahasiaan :
Jenis Kerahasiaan Akibat jika terjadi kebocoran
(bagi instansi)
Rencana Anggaran Disalahgunakan dan disalahtafsirkan oleh pihak tertentu.



G. LINGKUNGAN KERJA


1. Akibat jika terjadi kecelakaan : Tidak ada
2. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi : Tidak ada


3. Kegiatan pemegang jabatan ini.
a. Duduk 80 : %
b. Berdiri 10 : %
c. Berjalan 10 : %

4. Tempat kerja
a. Di dalam gedung : 75 %
b. Di luar gedung : 25 %

5. Kondisi Lingkungan
Kondisi Kurang Cukup Baik
a. Suhu V
b. Penerangan V
c. Ventilasi V
d. Ketenangan V
e. Kebersihan V
f. Keleluasaan V
- luas ruang V
- luas meja V

6. Alat Keselamatan Kerja (Bila tidak ada, kosongkan saja):



















BAGIAN II



Apakah ada yang ingin ditambahkan atau diubah dari tiap butir informasi yang diberikan oleh bawahan anda? Bila Ya, tulislah dibawah ini (Bila tidak ada koreksi/tambahan tulis TIDAK ADA):

BAGIAN A. (TIDAK ADA)


BAGIAN B. (TIDAK ADA)


BAGIAN C. (TIDAK ADA)


BAGIAN D. (TIDAK ADA)


BAGIAN E. (TIDAK ADA)


BAGIAN F. (TIDAK ADA)


BAGIAN G. (TIDAK ADA)


B. PERSYARATAN JABATAN & KOMPETENSI

1. Pendidikan Formal Minimal.
DIV/S1.SarjanaKesejahteraan Sosial

2. Pendidikan/Pelatihan Spesialisasi/Khusus. (Bila Tidak Ada Kosongkan Saja).

Nama Pendidikan/Pelatihan Khusus Brevet/Sertifikat

a.Perencanaan Sertifikat

b.Komputer perkantoran Sertifikat

c. Magang pada asrama dalam rangka mengetahui program pelayanan
dan rehabilitasi sosial Sertifikat

3. Pengalaman Kerja.

 Diperlukan Pengalaman Kerja yang relevan/terkait sebagai;
Apa/Dalam Jabatan apa? Berapa lama minimum?
a. Staff Perencanaan selama 2 tahun

b. Operator Komputer selama 1 tahun

c. Magang pada asrama dalam rangka mengetahui program pelayanan
dan rehabilitasi sosial selama 1 bulan.


4. Persyaratan fisik : Sehat jasmani dan rohani

5. Persyaratan Umur minimal dan maksimal:
25 tahun maksimal 45 tahun..........................................................



Tanda Tangan Atasan Yang Memverifikasi & Mengisi.

Tanda Tangan:______________________

Nama Jelas: AGUS DWIYANA, S.Pd.M.Si.

Tanggal:5 SEPTEMBER 2009


Kamis, 30 Oktober 2008

TC (Therapeutic Community) apakah itu...?

Banyak orang belum paham apa sebenarnya yang dimaksud dengan program TC. Program TC adalah salah satu program untuk merehabilitasi para penyalahguna napza agar mereka bisa mempertahankan recovery nya.TC kepanjangan dari Theraupetic community


Proses pelayanan dalam Metode TC dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1. Intake,
2. Induction,
3. Primary,
4. Re-Entry, dan
5. Aftercare.
Sebaiknya seluruh tahap tersebut harus diikuti oleh residen. Pada setiap akhir tahapan dilakukan evaluasi terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh residen.Residen yang bisa mengikuti setiap tahap secara optimal, dapat melewati proses secara teratur (tahap-pertahap). Namun demikian, pada kondisi tertentu residen dimungkinkan kembali pada tahap sebelumnya. Misalnya, seorang residen yang telah menjalani tahap Re-Entry dapat kembali ke tahap Primary karena tidak mencapai kemajuan (perubahan sikap dan perilaku) pada tahap Re-Entry.
Proses pelayanan dilaksanakan oleh tim dari berbagai latar belakang disiplin ilmu yang terdiri atas :
1. Pekerja Sosial, bertugas untuk meningkatkan keberfungsian sosial residen yang mencakup meningkatkan kemampuan residen dalam hal melaksanakan peranan sesuai dengan statusnya mengatasi masalahnya, memenuhi kebutuhannya, dan memanfaatkan berbagai sumber untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya
2. Dokter dan Paramedis, bertugas untuk meningkatkan status kesehatan residen
3. Psikiater, bertugas menangani masalah-masalah kesehatan jiwa residen
4. Psikolog, membantu meningkatkan kapasitas psikologis residen
5. Instruktur, bertugas untuk meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan sebagai bekal kehidupan residen di masa yang akan datang
6. Rohaniawan, bertugas membimbing residen dalam aspek religi/keagamaan
7. Staf yang diangkat dari eks-residen , Staff yang diangkat dari eks-residen merupakan unsur penting dalam keseluruhan proses pelayanan terutama sebagai role model. Dalam melaksanakan tugasnya mereka bekerja sama dengan berbagai profesi.




A. INTAKE PROCESS
Proses Intake merupakan tahap pertama yang ditujukan untuk mengenal calon residen dan memberikan informasi tentang panti kepada calon residen, keluarganya, atau significant others lainnya.
Upaya untuk memperoleh data dari calon residen dilakukan melalui wawancara oleh Pekerja Sosial dan Staf. Data yang dikumpulkan diantaranya meliputi latar belakang kesehatan, keluarga, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, penyalahgunaan, riwayat penggunaan, dan lain sebagainya.
Tahap ini juga sekaligus untuk menetapkan apakah calon residen layak memperoleh pelayanan TC atau perlu dirujuk ke lembaga lainnya.
Setelah semua data telah diidentifikasi, Pekerja Sosial menentukan diterima atau tidaknya calon residen tersebut dalam panti yang bersangkutan
Dalam pelaksanaan proses intake, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Jika calon residen memenuhi syarat untuk menerima pelayanan maka calon residen memasuki proses pelayanan selanjutnya, yaitu Induction
2. Jika calon residen tidak memenuhi syarat untuk menerima pelayanan maka Pekerja Sosial memberikan anjuran serta rujukan ke sumber lain yang dinilai dapat lebih memfasilitasi kebutuhan penyalahguna narkoba tersebut
3. Pekerja sosial diharapkan dapat membuat residen merasa nyaman dan diterima dengan baik dalam lingkungan panti.
4. Dalam proses intake ini peranan keluarga dan orang-orang yang dekat dengan calon residen selain sebagai sumber informasi yang dipercaya atas wawancara yang dilakukan, sangat menentukan terutama dalam memberikan dukungan materi dan non-materi.

B. INDUCTION
Induction merupakan tahap dimana residen masuk ke dalam lingkungan panti setelah ia menjalani tahap intake. residen diperkenalkan kepada lingkungan baru (panti), yang meliputi tujuan, filosofi, norma, nilai, kegiatan, dan kebiasaan panti, yang dirancang secara umum dan khusus untuk memulihkan residen kembali ke masyarakat umum (keluarga sebagai basis utama) dengan fungsi dan peran sesuai kemampuan dan keterbatasannya.
Dalam tahap ini, Pekerja Sosial dan Staf membimbing residen untuk menjalani masa transisi dari kehidupan luar panti ke dalam lingkungan panti untuk menjalani proses
pelayanan serta mengkondisikan residen untuk memasuki tahap Primary.
Dalam tahap induction ini, residen akan mendapatkan tantangan yang berat karena ia harus melepaskan ketergantungannya terhadap narkoba dan substitusinya. Sejalan dengan itu sifat-sifat serta perilaku negatif pecandu masih banyak ditunjukkan seperti banyaknya penyangkalan, memanipulasi, berbohong, mencari alasan, tidak menerima, dan lain-lain. Untuk menangani masalah tersebut, Pekerja Sosial dan staf diharapkan dapat secara obyektif menilai dan menindaklanjuti sikap serta perilaku negatif residen tersebut. Tahap induction akan berlangsung antara 7 sampai dengan 28 hari dan dilaksanakan melalui Induction Group
Selama residen menjalani tahap induction, pihak keluarga diberikan pemahaman mengenai program rehabilitasi secara keseluruhan, terutama program tahap Primary. Hal lain yang perlu disampaikan kepada pihak keluarga adalah pemahaman mengenai pecandu, kecanduan dan penanganannya terutama pentingnya peran lingkungan serta peran keluarga/ significant others dalam pemulihan pecandu. Aktifitas tersebut dilaksanakan melalui family support group dengan membentuk kelompok-kelompok orang tua.pengguna. Tujuan dari kelompok ini selain untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang berbagai aspek penyalahgunaan narkoba juga membentuk jaringan hubungan antar sesama orang tua agar dapat saling mendukung dalam menghadapi masalah yang dialami anggota keluarganya.
Beberapa komponen penting dalam tahap induction adalah:
1) Walking paper
Walking paper merupakan satu perangkat pengenalan yang membantu proses adaptasi residen baru terhadap program, dan dapat berubah atau ditambah sesuai dengan kebutuhan dan budaya atau sifat khas panti, berisi :
a. Filosofi Tertulis/ Ikrar
Merupakan bentuk ikrar yang digunakan dalam program TC,. bertujuan agar residen memahami dan menghayati bahwa panti tempat yang paling tepat untuk menjalani perubahan (rehabilitasi)
I am here because there is no refuge,
finally, from myself. Until I confront myself
in the eyes and hearts of other, I am running.
Until I suffer them to share my secrets,
I have no safety from them. Afraid to be known,
I can know neother myseff or any others,
I will be alone. Where else but in our common ground,
can I find such a mirror?
Here together, I can at last appear clearly to myself.
Not as the gaint of my dreams, nor the dwarf of my fears,
but as a person, part of the whole,
with my share in its purpose. in
I can take root and grow, not alone anymore,
as in death, but alive …myseft and to others”
(Ricard Beauviois).












Ikrar
“Saya berada disini karena tiada lagi tempat berlindung,
baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya
dimata dan hati insane yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan
dan menceritakan segala rahasia diri saya ini,
saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain,
saya akan senantiasa sendiri.
Dimana lagi kalau bukan disini,
dapatkah saya melihat cermin diri ini ?
disinilah akhirnya, saya jelas melihat wujud diri sendiri.
Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau sikerdil di dalam ketakutannya
Tetapi seperti seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian.
Disini saya dapat tumbuh dan berakar
Bukan lagi seseorang seperti dalam kematian
Tetapi dalam kehidupan yang nyata
Dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain
(Ricard Beauviois).
b. Filosofi Tidak Tertulis.
Merupakan kumpulan kata/ kalimat yang dapat menumbuhkan nilai-nilai kehidupan yang benar.
• Honesty
• No Free Lunch
• Trust Your Environment
• Under stand is better than to be under stood
• Blind faith
• To be aware is to be alive
• Do your things right everything else will follow
• Be careful what you asked for, you might just get it
• You can’t keep it unless you give away
• What goes around comes around
• Compensation is valid
• Act as if
• Personal growth before vested status.
c. Istilah/Jargon
Merupakan kumpulan istilah dan bahasa yang khas, menjelaskan teknik, perangkat, serta mengungkapkan pesan yang di dalamnya mengandung makna pemulihan, dipakai dalam keseharian di panti sehingga dapat membangun keakraban dan membina gaya hidup yang mendukung jalannya pemulihan/rehabilitasi.




d. Empat Struktur Program TC
Merupakan acuan sasaran perubahan yang ingin dicapai dalam proses pelayanan mencakup :
1) Managemen /Pembentukan perilaku,
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatkan kemampuan untuk mengelola kehidupan sehingga terbentuk nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat.
2) Perubahan aspek Emosional / Psikologis,
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, kearah prilaku yang positif.
3) Perubahan aspek intelektual dan spiritual,
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya serta didukung nilai-nilai spiritual, etika, estika, moral dan social.
4) Peningkatan keterampilan hidup dan Vokasional.
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya.
e. Lima Pilar Program TC
Merupakan landasan yang menentukan bentuk-bentuk upaya proses pelayanan, meliputi:
1) Family Millieu Concept,
Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep keluarga dalam proses pelaksanaannya,
2) Peer Pressure,
Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku,
3) Therapeutic Session,
Yaitu suatu metode yang mengunakan suatu pertemuan sebagai media penyembuhan,
4) Religious Session,
Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemeuan keagamaan untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen,
5) Role model,
Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model / panutan.





f. Peraturan-peraturan
Di dalam TC terdapat tiga aturan yaitu :
a) Aturan utama (cardinal rules) yang bersifat mutlak dan tidak boleh dilanggar, yaitu :
1) Dilarang menggunakan narkoba (No Drugs). Penggunaan obat–obatan yang di anggap perlu harus sesuai dengan resep dan anjuran dokter.
2) Dilarang melakukan hubungan seks (No Sex). Selain dilarang melakukan hubungan seks, residen juga tidak diperkenankan membaca tulisan, menonton film porno, melihat melalui media cetak maupun elektronik, termasuk hubungan personal yang cenderung mendorong residen melakukan hubungan seks intim.
3) Dilarang melakukan kekerasan (No Violence). Selain dilarang melakukan kekerasan fisik kepada dirinya sendiri dan orang lain, residen juga tidak diperkenankan merusak fasilitas panti
b) Peraturan umum (general rules) yang merupakan aturan umum yang secara keseluruhan mengatur jalannya proses pelayanan sesuai dengan tujuan TC.
c) Peraturan rumah (house rules) yang berlaku pada lingkungan tempat tinggal residen di dalam panti secara spesifik sesuai dengan tahapan yang dijalani.
2. Induction Group
Merupakan sebuah kelompok yang berfungsi untuk memberikan pemahaman dan pengertian tentang program yang akan dijalankan, beserta dengan pengertian–pengertian dasarnya.
Bentuk pelaksanaan kelompok ini adalah melalui ceramah dan diskusi disertai dengan penumbuhan atau pengembangan motivasi agar residen dapat secara tulus menunjukkan performa yang optimal dan siap memasuki tahap Primary.
Kriteria/indikator kesiapan residen untuk menyelesaikan induction
Seorang residen dianggap siap untuk memasuki fase Primary apabila telah memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:
a. Mengikuti tahap Induction sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan
b. Residen memahami dan mampu menjelaskan berbagai filosofi yang digunakan di dalam panti
c. Residen menunjukkan niatnya untuk menjalani program residensial beserta seluruh konsep, nilai, norma, filosofi, dan kebiasaan (kooperatif)
d. Residen telah menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan oleh staf sebagai persyaratan masuk fase Primary.





C. PRIMARY
Tahap Primary merupakan tahap dimana residen memasuki proses pelayanan. Tahapan ini bertujuan untuk memperkuat kondisi stabil yang telah dicapai pada tahan Induction.

1. Konsep umum
Dalam tahap ini akan terdapat beberapa konsep umum yang mencakup :
a. Lingkungan panti yang sehat
1) Lingkungan panti yang sehat memuat komponen-komponen konsep, pemikiran, filosofi, norma, nilai, kegiatan, dan kebiasaan panti yang dirancang secara umum dan khusus untuk melayani residen dalam mengatasi masalahnya.
2) Residen yang berada di dalam lingkungan panti diwajibkan melaksanakan program pelayanan sesuai dengan tugas pokok panti seperti yang terdapat pada struktur organisasi, jadwal kegiatan sehari-hari, peraturan lokal panti, dan program lainnya yang berfungsi sebagai program pemulihan para pecandu.
3) Residen melepaskan diri dari lingkungan lama yang beresiko tinggi dan masuk ke dalam lingkungan panti yang sehat untuk menangani masalahnya.
4) Selama di panti, residen dibimbing untuk dapat menghadapi/ menjalani hidup sebagaimana residen lain yang telah berhasil menjalani proses pelayanan di panti. Pekerja sosial dan Staf berusaha untuk membimbing dan mendorong residen agar tidak tergantung kepada narkoba maupun bentuk lain substitusi narkoba.
5) Di dalam panti residen bertindak sebagai anggota komunitas yang memiliki identitas, kelompok sendiri, peranan, tanggung jawab, hak, kewajiban, kemampuan berinteraksi, kerjasama dengan orang lain.
6) Residen dibimbing untuk mengembangkan dan membiasakan hidup sehat dan bersikap menolak narkoba.
7) Residen diusahakan agar memiliki kondisi fisik dan psikologis termasuk nalar, pola pikir, mental, emosional, sikap serta perilaku yang baik
b. Lokasi
Tempat tinggal residen selama proses pelayanan primary dip anti hendaknya berada jauh dari keramaian dan kebisingan pusat kota, sehingga tercipta lingkungan tenang yang dapat lebih memfokuskan residen kepada program pemulihannya.
2. Isu-isu kritis
Dalam tahap ini juga terdapat beberapa isu kritis yang meliputi :
a. Separasi dan integrasi
1) Pekerja Sosial dan Staf berusaha untuk memutuskan hubungan residen dengan dunia “luar” termasuk kelompok penyalahguna narkoba. Hal ini sangat diperlukan agar residen tidak berpaling lagi kepada kelompoknya selama dia dalam proses pelayanan dipanti.
2) Pekerja Sosial berusaha agar residen merasa nyaman sehingga dapat mengikuti proses pelayanan program Primary secara baik sesuai dengan tujuannya
b. Emosi dan perilaku
1) Didalam lingkungan yang “baru” (panti), residen akan mengalami berbagai kendala emosi, sikap yang labil atau tidak sewajarnya seperti berlebihan dalam menampilkan diri, contohnya: marah, sedih, merasa bersalah, ingin segera mendapatkan keinginannya, ingin menonjolkan diri, mencari perhatian, atau malah justru sebaliknya seperti menghindari perhatian, menghindari tanggung jawab, tidak ingin mengerti, dan lain-lain
2) Di dalam lingkungan yang “baru” (panti) residen akan mengalamii berbagai kendala perilaku yang labil atau tidak sewajarnya seperti berlebihan dalam menampilkan diri, contohnya : berkelahi, mengganggu teman, melawan staf, tidak mematuhi aturan panti, tidak disiplin, dan lain-lain
c. Sugesti
1) Sugesti yang dimaksud di sini adalah hasrat yang kuat dari residen untuk memakai narkoba kembali pada saat tertentu seperti saat mengingat kembali pengalaman menggunakan narkoba.
2) Sugesti dapat berdampak pada fisik maupun psikologis. Dampak fisik misalnya mengeluarkan keringat dingin, merinding, terasa pegal-pegal, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak psikologis yang nampak adalah uring-uringan, panik, kesal, tidak responsif, menyendiri, dan sebagainya.
3) Sugesti dapat juga dipicu melalui panca indera (penglihatan, penciuman, pendengaran, merasakan, ingatan) terutama yang berkaitan dengan situasi dan kondisi yang dialami residen selama masih memakai narkoba. Contohnya adalah kemunculan teman-teman dahulu (bandar, sesama pemakai, dll) melihat alat, benda-benda tertentu, gambar narkoba, berada di ruangan tertentu, situasi tertentu, dan sebagainya.
d. Belajar untuk berfungsi dalam komunitas
1) Residen dipacu untuk memainkan berbagai peranan, tanggungjawab, dan tugas di dalam komunitas atas dasar nilai, norma, konsep, pemikiran, filosofi, kegiatan, dan kebiasaan panti.
2) Peranan, tanggung jawab, dan tugas yang diberikan kepada residen harus memiliki pertanggungjawaban individu maupun komunitas. Setiap pertanggungjawaban individu maupun komunitas akan diberikan penilaian pekerja sosial/ staf agar residen terpacu untuk memperbaiki dan meningkatkan tanggungjawabnya di masa yang akan datang.

e. Belajar menghadapi tekanan/ stress, dan rasa frustrasi
Pekerja sosial/ staf membimbing residen agar memiliki kemampuan dalam menghadapi tekanan/ stress dan rasa frustrasi yang disebabkan oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Biasanya tekanan/ stress dan rasa frustrasi yang datang dari dalam dirinya adalah ketidakmampuan dirinya/ kapasitasnya untuk meraih sesuatu tidak tercapai. Sedangkan tekanan/ stress dan rasa frustrasi yang datang dari luar dirinya adalah karena fasilitas yang tidak memadai, program yang tidak tepat, pekerja sosial/ staf yang tidak memadai, dan komunitas yang tidak mendukung terhadap pemecahan masalahnya.

3. Fase dalam tahap Primary
Dalam tahap primary terdapat beberapa fase sesuai dengan kemampuan residen untuk menyelesaikan proses pelayanan.
a. Younger member ( 1 – 3 Bulan )
Younger member merupakan fase awal pada program Primary, terdiri atas para residen yang dinilai telah siap untuk mengikuti proses pelayanan Primary. Pada fase ini residen diharapkan dapat menjalankan berbagai konsep serta kegiatan yang telah diberikan pengertian selama masa Induction.
1) Tujuan
a) Belajar memahami perangkat rumah yang digunakan, hirarki dan aplikasinya di dalam berbagai group/kegiatan.
b) Belajar untuk mengerti dan memahami arti disiplin diri dan untuk mengikuti pengarahan yang diberikan yang berkaitan dengan filosofi tidak tertulis.
c) Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok seperti : static group, group confrontation, encounter group dan mengangkat pull up setiap paginya didalam morning meeting.
d) Belajar untuk memahami konsep struktur organisasi.
e) Belajar untuk menerima perasaan–perasaan yang ada dan mengidentifikasi perasaan yang timbul.
f) Belajar bertanggung jawab untuk bekerja dalam sebuah tim dan antar tim, serta berkomunikasi dengan baik.
g) Belajar dari konsep self help dan mutual help.
h) Belajar dan memahami konsep hidup sehat.
2) Target dan evaluasi
a) Dapat memahami perangkat rumah beserta filosofi digunakan.
b) Berperan aktif di dalam aktivitas sehari-hari.
c) Mampu dan mau bertanggung jawab sesuai dengan peran yang harus dilaksanakan pada fase Younger Member.
d) Mampu mengidentifikasi berbagai perasaan yang ada dan tingkah laku negatif yang harus dirubah.
e) Memenuhi syarat kenaikan fase yang ditetapkan oleh staf.
3) Privileges dan batasan
Privileges dalam tulisan ini adalah kebebasan/kemudahan yang diberikan kepada setiap residen untuk bertindak dan bertingkahlaku namun dibatasi oleh norma-norma serta aturan-aturan yang ada di dalam maupun di luar panti. Privileges diberikan berdasarkan evaluasi Staf atas performa residen.
a) Dapat menerima kunjungan keluarga setelah 1 sampai dengan 2 bulan berada didalam program.
b) Berhak mendapatkan rokok sesuai dengan kebutuhan dan budaya masing – masing panti.
c) Dapat menerima telepon setelah 1 sampai dengan 2 bulan.
d) Tidak dapat meninggalkan lingkungan panti kecuali atas izin staf.
e) Tidak menggunakan barang-barang pribadi yang dapat menunjukkan status sorial residen seperti ; cincin , jam , kacamata hitam, barang – barang bermerek, barang – barang elektronik pribadi, dan sebagainya.
b. Middle Peer ( 1 – 2 Bulan )
Residen yang dinilai memenuhi berbagai target selama fase Younger Member selanjutnya memasuki fase Middle Peer. Pada fase ini residen diharapkan dapat menunjukkan performa yang cukup baik sebagai role model untuk residen yang berada pada fase di bawahnya serta menunjukkan perkembangan yang memuaskan dalam pelaksanaan program pelayanan sehari-hari.
1) Tujuan
a) Belajar memahami secara keseluruhan konsep program rehabilitasi.
b) Belajar memahami konsep pengembangan diri secara benar (tidak berdasarkan tuntutan pribadi).
c) Belajar untuk percaya sepenuhnya terhadap komunitas.
d) Belajar memahami hubungan antara program yang dijalankan dengan kenyataan yang terjadi di luar panti.
e) Belajar memahami tanggung jawab sebagai seorang ramrod , expeditor dan kepala departemen (head of departement ).
f) Belajar proaktif berpartisipasi dalam berbagai sesi kelompok (misalnya pada morning meeting, Group Confrontation, Group Encounter).
g) Belajar mengobservasi keadaan rumah dan komunitas panti dan mengangkat isu tersebut pada pre–morning meeting.
h) Belajar bertanggung jawab untuk bekerja secara team.
i) Belajar mengerti perasaan yang ada dan dapat membedakan perasaan penyangkalan (denial) yang ada didalam diri.
j) Belajar untuk membantu older member (residen yang lebih senior) dan staf untuk menjalankan berbagai perangkat TC.
k) Belajar untuk membentuk personal growth (pengembangan diri) dengan baik .
2) Target dan evaluasi
a) Dapat mengutarakan isu yang muncul di lingkungan komunitas panti tanpa rasa sungkan.
b) Dapat menunjukan performanya sebagai saudara yang sudah ada lebih lama di dalam program
c) Dapat menjadi panutan bagi residen yang berada di Younger Member.
d) Dapat bertanggung jawab dalam memimpin sebuah departemen kerja.
e) Dapat memahami dan menggunakan perangkat program yang ada dalam menunjang proses pemulihannya.
f) Memenuhi syarat kenaikan fase yang diberikan oleh staf.
g) Dapat menetapkan tujuan yang ingin di capai dalam satu hari.
h) Dapat sepenuhnya mengerti konsep “trust your environment “ dan “blind faith”
3) Privileges
a) Privileges dan batasan yang diperoleh pada fase Younger Member tetap diberikan di Middle Peer dengan intensitas yang lebih tinggi.
 Dapat menerima kunjungan keluarga 2 kali dalam satu bulan.
 Dapat menerima telepon 2 kali dalam satu bulan
b) Residen Middle Peer mendapatkan tambahan privilege yaitu boleh meninggalkan panti untuk waktu yang terbatas (4-12 jam) dengan didampingi staf
c. Older Member ( 1 – 2 Bulan )
Residen Middle Peer yang secara konstan menunjukkan perkembangan diri dan performa yang baik terutama untuk berbagai kewajiban yang menuntut tanggung jawab seorang pemimpin, maka mereka berhak mengikuti fase akhir program Primary, yaitu fase Older Member. Pada fase ini residen diharapkan menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang baik dan mampu menjadi panutan bagi keseluruhan residen yang berada pada fase Primary.
1) Tujuan
a) Melatih jiwa kepemimpinan (leadership skill) dan dapat berkoordinasi dengan sesama komunitas dan staf.
b) Belajar memahami secara mendalam berbagai komponen program (pull up, seminar dan sebagainya. )
c) Belajar menjelaskan inti dari berbagai macam permasalahan ( isu ), yang menyangkut rumah, tingkah laku, pola pikir dan perasaan yang ada.
d) Belajar untuk mulai berinteraksi dengan masyarakat luar, dengan keluarga sebagai basis utama.
e) Belajar mengerti konsep dinamika kelompok.
f) Belajar mengerti dan mengidentifikasi proses dari sebuah kelompok.
g) Belajar menggunakan konfrontasi dan komunikasi dengan tepat.
h) Belajar memahami struktur proses dari fisik, emosi , pola pikir dan spiritual dari dalam diri.
i) Belajar memahami konsep budaya TC dan belajari dari pengalaman dalam TC.
j) Menjelaskan tentang berbagai perangkat baru seperti kesempatan meninggalkan panti.
2) Target dan evaluasi
a) Memahami efek terapeutik komunitas terhadap pemulihan dirinya.
b) Memahami tugas dan tanggung jawab coordinator of departemen ( COD )
c) Memfasilitasikan jalannya perangkat (tools) dan beberapa jadwal harian lainnya.
d) Menjadi panutan yang baik bagi anggota komunitas lainnya.
e) Mengaplikasikan program yang ada, dalam kehidupan sehari- hari.
f) Memenuhi persyaratan kenaikan fase , yang ditetapkan oleh staf.
3) Privileges
Privileges dan batasan yang diberikan pada fase Middle Peer tetap diberikan pada fase Older Member dengan tambahan privilege berupa kesempatan untuk meninggalkan panti dan bertemu dengan keluarga (menginap) dalam batas waktu 24 jam dan disertai pendamping.
Kriteria menyelesaikan tahapan Primary
Kenaikan residen dari tahap Primary ke tahap Re-Entry dilakukan setelah residen memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Jumlah waktu selama tahap Primary
Meskipun tidak mutlak, jumlah hari/ minggu/ bulan yang dilalui selama tahap Primary menjadi pertimbangan untuk mencalonkan residen ke fase Re-Entry.
b. Performa selama tahap Primary
1) Menunjukkan perkembangan dan performa yang baik sesuai dengan target program Primary.
2) Menjadi panutan yang baik.
3) Memahami dan melaksanakan filosofi TC yang tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.
4) Mau serta mampu melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan tanpa harus di-supervisi.
5) Menyelesaikan berbagai tugas dan kewajiban yang diberikan sebagai syarat memasuki Re-Entry.
6) Pada tingkat tertentu residen dapat menyelesaikan permasalahan pribadi/ isu yang berkaitan dengan pribadinya.
c. Kesehatan dan status medis
1) Memahami kondisi medis dirinya.
2) Mau serta mampu merawat kesehatan dirinya.
d. Vocational/ Educational
Memiliki arah dan rencana yang cukup jelas dan rasional berkaitan dengan sekolah/ kuliah/ pekerjaan yang akan ditekuni.
e. Hubungan dengan keluarga/ significant others
1) Sampai tingkat tertentu, beberapa masalah yang berkaitan dengan hubungan keluarga telah diselesaikan, terutama yang memberikan dampak besar pada program pemulihan dirinya.
2) Mau serta mampu meningkatkan (kualitas) hubungan keluarga.
3) Perlu diperhatikan bahwa jika secara profesional dinilai usaha-usaha perbaikan hubungan cenderung akan memperparah keadaan, maka residen perlu tetap dibantu untuk melanjutkan/ membina kehidupannya tanpa harus bersikukuh, berkutat dalam permasalahan tersebut

D. RE-ENTRY
Re-Entry dalam proses pelayanan ini adalah tahap dimana residen dilatih untuk bergabung dengan keluarga, lingkungan masyarakatnya, lingkungan sekolah. Tujuan tahap ini adalah meningkatkan kemampuan interaksi residen dengan lingkungan sosialnya namun proses pelayanan belum sampai pada tahap terminasi.
1. Konsep Umum
Dalam Re-Entry dikenal beberapa konsep umum yang menjelaskan posisi panti dan residen dalam melaksanakan program, antara lain:


a. Permulaan recovery/pemulihan atas adiksi
Tidak menggunakan narkoba dalam tahap Primary tidak dapat dipandang sebagai abstinansia total karena pada umumnya di tahap tersebut residen tidak memiliki pilihan lain. Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena ketika residen memasuki tahap Re-Entry terdapat berbagai faktor dalam masyarakat yang secara dinamis mempengaruhi residen yang memungkinkannya menggunakan narkoba kembali.
b. Reintegrasi
Jika Primary dipandang sebagai masa pemulihan kondisi hidup serta stabilisasi psikologis, maka Re-Entry dipandang sebagai proses reintegrasi, secara bertahap untuk kembali dan berfungsi sesuai peran dan kemampuannya di masyarakat umum.
c. Separasi dan individualisasi
1) Residen bergerak dari lingkungan berstruktur dan berkendali sangat ketat menuju ke arah independensi.
2) Residen dibimbing keluar dari “kepompong” residensial Primary dimana segala sesuatu bersifat jelas, tersedia, dan mengikat (rekan sebaya, staf, dan berbagai fasilitas lainnya) ke arah lingkungan yang lebih bersifat independen dan lebih dinamis.
3) Residen dibimbing agar memiliki keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan sendiri.
d. Asimilasi dan adaptasi
1) Residen mulai dihadapkan pada dinamika kehidupan umum bermasyarakat, mengadaptasi kembali nilai, norma, dan kebiasaan masyarakat umum, yang diawali dari lingkungan keluarga.
2) Dalam memasuki kehidupan masyarakat umum dan dinamikanya, residen dibimbing untuk memiliki kehidupan sendiri yang bertanggung jawab. Dampak tekanan kehidupan dapat dirasa lebih berat bagi para residen yang belum secara optimal dapat menerapkan keterampilan hidup.(life sklills) yang ditanamkan dan dilatihkan pada tahap-tahap sebelumnya.
e. Penanganan residen
1) Setiap residen bersifat unik sehingga harus ditangani dengan cara yang berbeda-beda pula.
2) Dengan struktur yang lebih luwes dibandingkan Primary, para staf harus memiliki kemampuan untuk mengurangi kendali yang umumnya dilakukan pada fase Primary.
3) Jika seorang residen mengalami hambatan maupun kesulitan yang cukup besar dalam melaksanakan program Re-Entry, maka ia diberi kesempatan untuk kembali ke program Primary tanpa ada stigma kegagalan.
f. Lokasi
Lokasi rumah Re-Entry harus terpisah dari Primary dan lebih menjangkau pusat kota karena pada fase ini residen akan lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat umum
g. Network
Sejalan dengan perkembangan program pemulihan residen, panti tersebut perlu memiliki jaringan yang luas serta dapat digunakan untuk menyalurkan kebutuhan program pemulihan yang bersifat pengembangan individu, misalnya tempat kursus/ les, sekolah menengah, sekolah tinggi, rumah sakit, instansi pemerintah terkait, perusahaan, dan organisasi lainnya.

2. Isu-isu kritis
Beberapa isu kritis dalam tahap Re-Entry antara lain :
a. Separasi
1) Merupakan masalah dependensi/ ketergantungan kepada tempat maupun sekelompok orang dimana residen mungkin akan merasa segan/ takut untuk melanjutkan program rehabilitasinya karena sudah lebih nyaman berada di tahapannya saat itu.
2) Takut akan kegagalan yang mungkin tercermin dalam berbagai sikap atau perilaku yang bahkan tidak disadari residen.
b. Sugesti
1) Residen kemungkinan akan terus dirasakan meskipun berbulan-bulan tidak menggunakan narkoba.
2) Sugesti dipicu melalui panca indera (penglihatan, penciuman, pendengaran, merasakan, ingatan) berkaitan dengan keberadaan orang lain, berbagai macam tempat/ lokasi, benda-benda tertentu, berbagai kejadian internal dan eksternal dalam kehidupan seorang pecandu.
3) Residen harus dibimbing dalam mengeksplorasi masalah relapse (mengidentifikasi situasi dan kondisi internal maupun eksternal yang dapat memicu lapse/ relapse termasuk bagaimana cara untuk menghadapi sugesti tersebut)
c. Kebutuhan Akan Jaringan Sosial Yang Baru
1) Jaringan sosial yang lama kemungkinan besar merupakan faktor yang beresiko tinggi untuk relapse.
2) Belajar untuk bersosialisasi di lingkungan baru (asing).
3) Dapat memanfaatkan self-help groups/ support groups.
4) Kemungkinan muncul ketakutan residen jika diketahui ia (bekas) pecandu
d. Penyesuaian Kepada Berbagai Kegiatan Serta Sumber Kepuasan Yang Bebas Narkoba.
1) Mengembangkan minat (interest/ hobi) maupun kegiatan di waktu senggang.
2) Menikmati pola rekreasi lama dan kepuasan hidup secara sehat tanpa menggunakan narkoba.
3) Belajar berbagai keterampilan bersosialisasi yang baru, bebas narkoba.
e. Belajar Menghadapi Tekanan, Stress, Dan Frustasi.
1) Belajar untuk menghadapi tekanan sehari-hari (tekanan) tanpa narkoba kemampuan untuk mentolerir ketidaknyamanan.
2) Mengenali dirinya yang rentan terhadap obat-obatan yang bersifat mengurangi/ menghilangkan stress.
3) Mempelajari berbagai cara baru untuk menghadapi tekanan serta menata stress secara efektif.





f. Keinginan untuk menjalin hubungan personal.
1) Memulai dan belajar untuk memelihara hubungan personal yang sehat memerlukan waktu.
2) Hubungan lama yang bersifat negatif biasanya merupakan faktor beresiko tinggi untuk relapse sehingga harus diakhiri.
3) Hubungan terdahulu yang sangat berarti dan kemungkinan bersifat sehat namun sudah rusak perlu diperbaharui dengan mengembangkan hubungan baru.
4) Hubungan antara narkoba dan seks harus dipelajari kembali dengan benar, sehingga dapat dikembangkan sikap dan perilaku baru yang lebih sehat.
5) Hubungan personal pada tahap-tahap awal pemulihan dapat menyita perhatian dan memberikan tekanan yang tidak sehat (terlalu terkonsentrasi pada pasangan, tidak menyadari masalah dirinya – biasa terjadi ketika hubungan personal dijalankan untuk lari dari permasalahan yang sebenarnya).
6) Kedewasaan serta waktu yang tepat untuk memulai hubungan personal merupakan faktor penting agar hubungan tersebut dapat mendukung pemulihan, bukan cenderung menghambat/ menghancurkan pemulihan
g. Keberadaan narkoba dan berbagai tekanan untuk menggunakan kembali.
1) Harus ditumbuhkan kepercayaan diri yang tinggi pada residen bahwa dirinya bernilai dan dapat dengan efektif melewati rintangan yang mungkin timbul dalam pemulihannya.
2) Kepercayaan diri tersebut dapat mempertahankan dirinya dari relapse dan semakin menjauh dari pemikiran untuk menggunakan narkoba kembali.
3) Belajar untuk memberikan reaksi dan tindakan yang sesuai jika suatu saat memakai narkoba kembali agar tidak terjerumus ke dalam kebiasaan lama (full-blown relapse).
3. Fase Dalam Re-Entry
Dalam tahap Re-Entry dikenal berbagai fase sesuai dengan kategori kelompok dan kemampuan residen untuk menyelesaikan proses pelayanan
a. Orientasi Re-Entry (± 2 minggu)
Fase orientasi Re-Entry ini ditujukan kepada residen Older Member yang memenuhi kriteria untuk memasuki tahap Re-Entry. Pada masa transisi ini residen dipersiapkan untuk beraktivitas di lingkungan program Re-Entry yang berintensitas lebih rendah dibandingkan Primary dimana dirinya akan.
mendapatkan berbagai kebebasan yang lebih besar disamping hak serta kewajiban yang lebih individual dibandingkan program Primary.
Privileges dan Batasan
Jenis-jenis privileges yang akan diberikan kepada residen :
a) Privileges dan batasan yang diberikan selama Older Member tetap diberikan di Orientasi Re-Entry, dengan tambahan intensitas : Sanksi yang diberikan tidak dengan intensitas tinggi seperti umumnya di Primary (cenderung lebih lunak).
b) Residen Orientasi Re-Entry mendapatkan batasan baru :Residen tidak diperkenankan meninggalkan panti dan memerima kunjungan keluarga.



b. Fase Re-Entry A (1,5 sampai dengan 2 bulan)
Re Entry A merupakan fase dimana residen mendapatkan kesempatan untuk kembali ke lingkungan keluarga dan lebih mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia pendidikan dan pekerjaan
1) Konsep Umum
Konsep-konsep umum fase Re-Entry A adalah :
a) Residen mulai melakukan interaksi dengan masyarakat umum, bermula dari keluarga sebagai lingkungan terkecil.
b) Residen dipersiapkan untuk menghadapi berbagai hambatan dalam bersosialisasi (konflik nilai/ norma/ pandangan masyarakat, keluarga, maupun antar individu).
2) Target dan evaluasi
a) Residen tetap menunjukkan sikap dan perilaku yang bertanggung jawab, dapat dipercaya baik di komunitas terapi maupun keluarga.
b) Residen memiliki rencana yang cukup matang, jelas dan rasional berkaitan dengan pendidikan dan pekerjaan.
c) Residen menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan atas tekanan-tekanan yang terjadi di luar panti.
d) Residen dapat mengambil kepuasan yang sewajarnya dari berbagai kegiatan yang mendukung minatnya.
e) Residen dapat membagi waktu dengan baik.
f) Residen mampu mengembangkan konsep diri, menunjukkan reaksi yang sesuai dengan norma lingkungan.
g) Residen menunjukkan sikap dan perilaku intelektual dan mengembangkan fungsi penalaran dalam menghadapi persoalan.
h) Residen cukup berpengalaman menghadapi situasi dan kondisi yang beresiko tinggi untuk relapse.
3) Privileges dan batasan
a) Privileges dan batasan yang diberikan selama Orientasi Re-Entry tetap diberikan di fase Re-Entry A.
b) Residen fase Re-Entry A mendapatkan privilege baru:
(1) Meninggalkan panti maximal 24 jam, 1 kali selama seminggu tanpa pendamping.
(2) Mengurus kepentingan tertentu, tanpa pendamping.
(3) Mengikuti pertemuan self-help groups (12 tahap pertemuan secara terjadual di luar panti).
(4) Menerima kunjungan keluarga setiap waktu.
(5) Mengelola uang saku sendiri sesuai kebutuhan dan ketentuan, disupervisi dan dievaluasi oleh staf.
(6) Melakukan aktivitas terjadwal di luar panti yang berhubungan dengan minat atau rencana pendidikan dan pekerjaan (edukasi dan vokasional).
(7) Memiliki dan menggunakan sendiri beberapa barang pribadi (jam, kacamata hitam, dsb) sesuai dengan kebutuhan dan penilaian dari staf.



c. Fase Re-Entry B (± 2 bulan)
Pada fase Re-Entry B ini residen mulai menjalani berbagai macam aktivitas di luar panti yang bersangkutan dengan dunia pendidikan dan pekerjaan. Waktu yang diberikan untuk kegiatan di luar panti tersebut lebih banyak dibandingkan dengan fase Re-Entry A tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan fase Re-Entry C.
1) Konsep umum
Konsep-konsep umum pada fase Re-Entry B adalah:
a) Pengintegrasian konsep pemulihan ke dalam kehidupan sehari-hari mulai tertanam, sejalan dengan perkembangan residen ke arah pengembangan karir dan tujuan hidup seperti yang telah direncanakan dalam Fase A.
b) Penyempurnaan target Fase A sekaligus transisi ke Fase C dimana residen akan lebih sering berada di luar panti.
c) Pembinaan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang mungkin timbul dalam sosialisasinya dengan masyarakat umum.
d) Dalam fase ini kemungkinan timbul perubahan residen terhadap rencana pendidikan dan pekerjaan residen.
e) Stabilisasi psikologis yang telah dicapai residen banyak mendapatkan dari lingkungan sosialnya.
f) Residen sering mengikuti pertemuan self-help groups, dan diberikan pemahaman yang lebih mendalam akan self-help groups.
g) Residen mungkin akan lebih berupaya mengeksplorasi perananya di masyarakat.
2) Target dan evaluasi
a) Residen secara konsisten menunjukkan peningkatan kemampuan dalam memecahkan masalah
b) Residen menunjukkan peningkatan performa dalam kegiatan homeleave-nya.
c) Residen menunjukkan peningkatan dalam kegiatan edukasi dan vokasionalnya.
d) Masalah-masalah, terutama yang mendasar, antara residen dengan keluarganya atau significant others sudah terselesaikan.
e) Residen menunjukkan peningkatan kemampuan dalam menghadapi situasi dan kondisi yang beresiko tinggi untuk relapse.
f) Residen memiliki kejelasan tentang tempat tinggalnya di luar panti.
3) Privileges dan batasan
a) Privileges diberikan selalu berdasarkan evaluasi staf atas performa residen yang bersangkutan.
b) Privileges dan batasan yang diberikan selama Re-Entry fase A tetap diberikan di Orientasi Re-Entry, dengan tambahan intensitas :
 Meninggalkan panti maximal 48 jam, 1 kali selama seminggu tanpa pendamping.
 Residen dapat mengajukan penambahan uang saku berdasarkan kebutuhan yang ada dan penilaian dari staf.
c) Residen fase Re-Entry B mendapatkan privilege baru
• Residen mulai diberikan privileges / tanggung jawab untuk menjadi fasilitator maupun narasumber dalam kegiatan sehari – hari program Primary
d.Fase Re-Entry C (± 2 bulan)
Re-Entry C sebagai tahap akhir rangkaian pogram pelayanan yang dijalani residen di dalam panti merupakan fase yang cukup krusial dimana residen harus lebih matang dipersiapkan untuk secara penuh menjalani kehidupan bermasyarakat. Bagi residen diberikan waktu yang lebih banyak lagi untuk melakukan kegiatan di luar panti yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan pekerjaan.
1) Konsep umum
Berikut ini adalah konsep-konsep umum fase Re-Entry C :
a) Merupakan fase dimana residen mengimplementasi- kan seluruh kemampuan dan keterampilan yang didapat selama menjalani residential treatment baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan sosialnya (masyarakat umum).
b) Individualitas residen akan lebih muncul.
c) Pada fase ini residen akan jauh lebih banyak tinggal di luar panti.
d) Residen akan lebih berfokus kepada kegiatan di luar panti yang menunjang pencapaian tujuan education/ vocational-nya dan tujuan hidupnya
2) Target dan evaluasi
a) Residen memahami peran dan fungsinya di masyarakat, sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya.
b) Residen memiliki status identitas.
c) Residen memiliki tujuan dan arah yang jelas dalam pendidikan dan pekerjaan.
d) Residen lebih memahami pentingnya self-help groups.
e) Residen memahami bagaimana cara terus memelihara pemulihannya.
f) Residen mampu menunjukkan sikap dan perilaku sosial yang secara konsisten bertanggung jawab serta dapat dipercaya.
g) Residen dinilai memiliki kualitas hidup yang secara umum lebih baik.
h) Residen dinilai memiliki kemampuan adaptif dan kestabilan emosi yang cukup baik untuk memulai hidup bermasyarakat.
i) Residen dinilai mampu bertahan dalam menghadapi stress dan frustasi.
3) Privileges dan batasan
a) Privileges diberikan selalu berdasarkan evaluasi staf atas performa residen yang bersangkutan.
b) Privileges dan batasan yang diberikan selama fase Re-Entry B tetap diberikan di fase Re-Entry C dengan tambahan intensitas :
 Meninggalkan panti maximal 48 jam, 1 kali selama seminggu tanpa pendamping.
 Mendapat tambahan waktu untuk mengurus urusan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan penilaian dari staf.
 Residen dapat mengajukan penambahan uang saku berdasarkan kebutuhan yang ada dan penilaian dari staf.



c) Residen Re-Entry Fase C mendapatkan privileges baru :
 Waktu yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan educational/ vocational terjadwal di luar panti bertambah sesuai dengan kebutuhan dan penilaian dari staf.
 Residen dapat mengajukan permohonan yang bersifat kepemilikan (memegang sendiri) barang pribadi (mobil, handphone serta alat-alat elektronik pribadi, dll) sesuai dengan kebutuhan dan penilaian dari staf.
 Berdasarkan kebutuhan dan penilaian staf (sesuai dengan tujuan educational/ vocational), residen Re-Entry Fase C dapat dipertimbangkan untuk tidak mengikuti jadwal harian yang ada dalam rumah Re-Entry

4. Kriteria Kesiapan Residen Untuk Menyelesaikan Fase Re-Entry
Residen yang menyelesaikan fase Re-Entry C disebutkan bahwa dirinya telah menyelesaikan keseluruhan program Primary. Hal ini patut mendapat perhatian khusus dimana residen mendapat kebebasan secara penuh menjalani kehidupan bermasyarakat di luar panti.
a. Jumlah Waktu Selama Fase Re-Entry
Meskipun tidak mutlak, jumlah hari/ minggu/ bulan selama masa Primary menjadi pertimbangan untuk penyelesaian fase Re-Entry.
b. Stabil Secara Emosi, Mental, Dan Rasional.
1) Telah terbina kebiasaan untuk berpikir secara rasional serta memberikan keputusan yang tepat.
2) Dalam aktivitasnya residen mampu mendapat kepuasan secara sehat.
c. Jaringan Sosial
1) Memiliki sosial network yang mendukung pemulihannya.
2) Memiliki lingkungan yang positif mendukung pemulihannya.
d. Arah Karir/ Tujuan Hidup Yang Jelas
Selain memiliki tujuan yang jelas, dalam tingkat tertentu residen sudah melakukan berbagai upaya penjajagan dan implementasi rencana secara jelas.
e. Konsep/ Filosofi/ Pandangan Hidup
1) Memiliki status identitas yang jelas.
2) Memiliki pandangan serta pedoman hidup yang sehat

E. AFTERCARE (PEMBINAAN LANJUT)
Pembinaan lanjut (aftercare) adalah suatu tahap dimana alumni memasuki masyarakat luas : keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan kerja, dan lingkungan pendidikan.
Aftercare dilaksanakan dengan alasan : Pertama residen telah menyelesaikan program pelayanan di dalam panti (Primary dan Re-Entry) dan telah dinyatakan abstinansia; Kedua untuk memelihara kondisi abstinansia yang telah dicapai; Ketiga semakin meningkatkan peran keluarga yang mendukung upaya pemulihan yang telah dicapai.
Tahap ini dilakukan untuk meyakinkan alumni sampai kepada kemandirian hidup di luar panti dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Hal yang sangat penting dipertimbangkan adalah penempatan kembali Alumni kepada peran-peranya supaya dia memiliki kemampuan untuk menjalankan aktivitas di dalam masyarakat, termasuk peran semula atau yang baru dilingkungan.
Unsur-unsur yang sangat mendukung upaya pembinaan lanjut bagi Alumni penyalahguna narkoba adalah : Faktor keluarga; teman sebaya (peer group); lingkungan kerja (workplace); lingkungan sosial masyarakat; pengetahuan tentang relapse.
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga dalam membantu alumni tetap abstinence perlu diperhatikan, terutama dalam hubungan alumni dengan co-dependents (orang tua, suami, isteri, anak,
pacar, dan keponakan). Codependents ini akan mempengaruhi aspek emosi, psikologi dan tingkahlaku alumni dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga, terutama keberadaan alumni di dalam keluarga harus sama posisinya dengan anggota keluarga lainnya. Cara-cara yang dilakukan oleh anggora keluarga untuk membantu alumni menjalani kehidupannya antara lain:
a. Persuasif
Unsur persuasif yang dilakukan keluarga dalam menghadapi alumni harus dapat dibuktikan dengan cara membujuk, merayu, dan menghimbau. Kegiatan membujuk, merayu, menghimbau atau sejenisnya adalah merangsang alumni untuk melakukan sesuatu dengan spontan, dengan senang hati, dengan sukarela tanpa merasa dipaksa. Ketika alumni melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan standard norma dan nilai dalam keluarga, orang tua dan anggota keluarga (codependents), maka ia diberikan penghargaan dan pujian yang sama dan wajar sebagai wujud eksistensi alumni yang sama di dalam keluarga.
Persuasif merupakan salah satu metode komunikasi sosial antara orang tua dan Alumni dalam keluarga. Didalam penerapannya menggunakan teknik/ cara tertentu, sehingga dapat menyebabkan alumni bersedia melakukan sesuatu untuk kepentingan masa depannya. Kesediaan itu timbul dari dalam dirinya, sebagai akibat terdapatnya dorongan / rangsangan tertentu yang menyenangkannya.
Efek utama dari komunikasi persuasi adalah mendorong Alumni untuk berfikir mengenai dua hal yaitu: mampu mengemukakan pendapat dan mendengarkan saran/pendapat dari codependents.
Biasanya jika berbicara tentang komunikasi persuasif adalah berkaitan dengan berbagai isu yang tidak dapat dipecahkan alumni oleh dirinya sendiri, sehingga memerlukan bantuan codependents. Dalam menentukan bantuan alumni berhak untuk memilih codependents yang diyakini mampu menyelesaikan masalahnya.
b. Aspek – Aspek Persuasif
Dalam komunikasi persuasif di dalam keluarga antara Alumni dan anggota keluarga lainnya (codependents) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Sikap alumni terhadap diri sendiri
Sikap (attitude) adalah kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal yang senantiasa diarahkan terhadap benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga/institusi, norma, nilai dan lain-lain hal.
Sikap terhadap diri sendiri akan dapat diketahui dari sudut pandangan sederhana yang menunjukkan bahwa setiap orang mengenal dirinya, namanya, kesukaannya, kebiasaannya, dan bahkan cita-citanya atau keinginannya dimasa yang akan datang.
2) Sikap terhadap keluarga, teman dan orang lain.
Alumni diharapkan memiliki pandangan yang positif terhadap anggota keluarga (ayah, ibu, dan saudara-saudaranya), dan tidak memiliki prasangka buruk terutama yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Peranan sikap dalam kehidupan keluarga adalah peranan yang sangat besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri masing-masing anggota keluarga, maka sikap-sikap itu akan turut menentukan tingkah laku selanjutnya.
Adanya berbagai sikap tertentu menyebabkan mereka akan bertindak secara bebas dan khas terhadap objek-objeknya.
Sikap dapat dibedakan ke dalam sikap sosial dan sikap individual
a) Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang dan tidak hanya dinyatakan oleh seseorang saja melainkan juga oleh orang-orang lainnya, sekelompok atau masyarakat.
b) Sikap individual dimiliki oleh seorang demi seorang saja dan berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial.
2. Teman Sebaya ( Peer Groups )
Pada usia remaja, peran teman sebaya sangat penting terutama dalam membentuk identitas dan model bagi konformitas (perilaku apa yang harus ditunjukkan). Pada sebagian remaja, mereka merasa lebih dekat dengan temannya daripada dengan orangtua mereka. Karenanya pada kelompok tersebut, pengaruh teman sebaya baik yang bersifat negatif maupun positif menjadi sangat dominan.
Berdasarkan hal tersebut, teori “peer cluster” memberikan kejelasan bagaimana tekanan kelompok sebaya dapat mewujudkan perilaku bermasalah. Teori ini menyatakan bahwa perilaku anti sosial dan masalah-masalah yang terkait dengan sekolah merupakan masalah yang umumnya membentuk kluster/kelas/kelompok teman sebaya.
Remaja merupakan salah satu contoh kelas yang sering terlibat dalam perilaku bermasalah. Biasanya remaja akan mencari teman sebayanya agar melakukan hal yang sama dengan dirinya atau mencari teman yang sama bermasalahnya.
Berkaitan dengan penggunaan narkoba, teori ini berpendapat bahwa penggunaan obat hampir selalu terkait dengan relasi antar teman sebaya.
Teman sebaya memberikan informasi tentang obat-obatan dan membentuk sikap terhadap obat tersebut, menciptakan konteks sosial dan memberikan alasan untuk menggunakannya, dan bahkan menyediakannya
Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya ini membuat teori ini berpandangan bahwa walaupun ada faktor-faktor lain seperti faktor lingkungan/sosial (kemiskinan, keluarga, stress, kepribadian, dll), namun faktor-faktor tersebut hanya melatarbelakangi.
Faktor penentunya adalah kelompok teman sebaya. Kekuatan inilah yang seringkali menyebabkan upaya penanganan penyalahgunaan narkoba mengalami kegagalan, sehingga pendekatan terhadap seluruh remaja melalui upaya pencegahan memiliki arti yang sangat penting.
Sebaliknya, codependents dalam hal ini harus mampu mengarahkan alumni untuk mendapatkan teman sebaya yang positif, terutama untuk menunjang agar alumni bertahan untuk tidak menggunakan narkoba lagi.
3. Lingkungan Kerja ( Workplace )
Seseorang termotivasi untuk mau bekerja, karena mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai manusia. Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang
Pengembangan lingkungan kerja dalam pembinaan lanjut dalam rangka membentuk hubungan dan jaringan kerja merupakan titik awal suatu keberhasilan dalam
mekanisme pengembangan kesepakatan antara berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan kepentingan dalam melaksanakan pemenuhan kebutuhan pada masing-masing pihak. Pemenuhan kebutuhan pada pihak pencari kerja dengan pihak pengguna tenaga kerja dan pencetak tenaga kerja terampil, mandiri dan memiliki kompetensi dalam bentuk kesepakatan bersama.
Jaringan adalah hubungan antahr orang, antar kelompok, antar organisasi, bahkan antar komuniti untuk mengatasi masalah tertentu. Jaringan biasanya tercipta karena adanya prakarsa yang sama dari satu pihak dengan berbagai pihak. Kesepakatan dalam hubungan yang saling menguntungkan akan menimbulkan pengorbanan dari semua pihak untuk mencapai tujuan
Dalam jaringan kerja organisasi lokal sangat penting terutama untuk melatih dan menyediakan lapangan kerja bagi alumni. Demikaian halnya institusi pendidikan, diharapkan mau menerima alumni untuk melanjutkan studinya kembali yang selama ini terbengkalai karena menjalani proses.
Rehabilitasi di lembaga sosial. Dalam jaringan yang dibutuhkan adalah kerjasama semua sektor/bidang untuk memonitor perilaku alumni. Jika terjadi penyimpangan tindakan atau sudah banyak melanggar aturan, kerjasama dengan pihak panti, codependents, lingkungan kerja sangat diperlukan.
Meski pekerjaan ini tidak mudah, sangat mungkin dilakukan. Menghimpun perorangan, kelompok, organisasi yang benar-benar memiliki komitmen untuk membantu alumni sebagai langkah awal yang sangat bijak dan strategis. Mengembangkan kerja sama yang lebih luas pada pranata-pranata sosial lain seperti sekolah, organisasi remaja, organisasi keagamaan dan organisasi lokal lainnya ain-lain selanjutnya dapat memberikan kontribusi yang sangat positif dan berarti.
Perlu dicermati bahwa di masyarakat selalu terjadi hubungan-hubungan antar orang atau antar kelompok secara informal. Bahkan hubungan-hubungan informal terbukti jauh lebih bermanfaat dan nampak dalam kehidupan beragama.
Pertemuan-pertemuan kecil antar warga sering sekali menghasilkan gagasan yang besar. Bahkan berbagai informasi terpercaya yang terjadi di suatu komuniti sering justru ditiupkan dari pertemuan-pertemuan kecil antar individu.
Hubungan-hubungan informal seperti ini memang tidak terorganisasi. Namun jangan lupa, orang dapat saling berhubungan karena adanya kepercayaan. Kepercayaanlah yang kemudian dapat menimbulkan ikatan, sehingga menjadikan orang-orang mudah bekerja sama.
Mencermati embrio pembentukan jaringan itu, tidak perlu harus bermimpi untuk membangun organisasi besar dengan struktur yang luas dalam pencegahan narkoba. Organisasi kecil dan hubungan-hubungan informal antar warga justru lebih bermanfaat.
Mengapa? Karena organisasi besar akan menelan biaya besar dengan orang-orang professional yang dibayar mahal. Sementara kinerjanya belum tentu sesuai tuntutan.
Sedang organisasi kecil/lokal, di samping dapat menembak sasaran secara telak karena bentuknya yang ramping dan lincah, juga tidak perlu biaya besar. Bahkan organisasi seperti itu tidak sulit meminta bantuan orang-orang professional juga. Sementara hubungan-hubungan informal, walau tidak memiliki organisasi dan misi khusus, namun dapat menimbulkan komitmen besar dalam pencegahan narkoba.
Pada pelaksanaannya jaringan kerja ini diarahkan pada kegiatan koordinasi dari mulai tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat propinsi sampai dengan tingkat Pusat. Pada Tingkat desa/kelurahan misalnya dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat unsur-unsurnya terdiri dari ; orsos/LSM, Karang Taruna, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Aparat Pemerintah Setempat.
Sedangkan pada tingkat Kecamatan koordinasi dapat dilakukan selain dengan aparat pemerintah, juga dengan Orsos/LSM yang ada dan peduli dengan penananggulangan masalah Narkoba. Demikian juga untuk tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi dan tingkat Pusat.
Koordinasi dilaksanakan dalam rangka menemukan permasalahan dan mengetahui sistem sumber yang tersedia, selain itu juga untuk mengetahui pemanfaatan dari sistem sumber tersebut dan jangkauan penanganan yang lebih luas.
Bentuk Kegiatan : pertemuan/rapat koordinasi, pokja, tim kerja
Sebagai contoh koordinasi yang dapat dilakukan di tingkat Desa/Kelurahan dapat dilakukan dengan berbagai unsur, misalnya PSM, Karang Taruna, Guru BP, Remaja Mesjid, dan Organisasi Kepemudaan Lainnya, Puskesmas, Aparat Kepolisian, DKM dan lain-lain.
1). Penyediaan lapangan kerja
Jaringan kerja dengan organisasi lokal dan instansi terkait (Depnaker dengan program Balai Latihan Kerja atau disingkat BLK) akan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi alumni sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Lapangan kerja ini diharapkan diberikan kepada alumni kesempatan yang sama sebagaimana orang lain, persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang sama.
Untuk memasuki dunia kerja terutama bagi alumni, diperlukan beberapa proses dan langkah-langkah persiapan yang memungkinkan adanya kesesuaian kemampuan dan kompetensi yang dimiliki mereka. Proses dan langkah-langkah tersebut diantaranya :
a) Memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.
b) Memiliki kemampuan dan kompetensi tambahan yang sesuai dengan pasar kerja.
c) Memiliki ketrampilan khusus di luar pendidikan formal, seperti keterampilan komputer dan bahasa asing.
d) Memiliki bakat khusus dalam bidang tertentu, misalnya bidang seni, dan olah raga.
2). Pelatihan
Pelatihan yang dimaksud dalam fungsi jaringan ini adalah pelatihan untuk meningkatkan keterampilan alumni dalam menghadapi pasar/dunia kerja. Keterampilan ini dimungkinkan yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di masyarakat atau alumni dapat berwira swasta sesuai dengan jenis pelatihan yang digelutinya.
3). Pendidikan
Pendidikan dapat mengembalikan alumni untuk memasuki dunia akademik terutama yang berkaitan dengan pendidikan formal yang selama ini telah tersendat akibat alumni menerima pelayanan rehabilitasi di lembaga/panti.
4. Lingkungan Sosial Masyarakat
Pembinaan lanjut bagi eks Narkoba yang telah menjalani rehabilitasi sosial memerlukan dukungan dan peran serta lingkungan sosialnya untuk mempertahankan kondisi bebas Narkoba yang telah dicapainya.
Dukungan lingkungan sosial dapat diwujudkan melalui kesiapan organisasi lokal dalam menerima dan melibatkan eks penyalahguna Narkoba dalam kegiatan masyarakat. Pada gilirannya hal ini diharapkan akan menumbuhkan rasa percaya diri eks penyalahguna Narkoba dalam mengaktualisasikan dirinya.
Organisasi lokal yang dimaksud adalah kelompok-kelompok yang berkembang dalam masyarakat, terdiri atas organisasi tradisional seperti ; kelompok arisan, pengajian, dan lain-lain serta organisasi formal baik yang dibentuk Pemerintah maupun masyarakat.
Peran aktif organisasi lokal tersebut perlu diperkuat melalui pemberdayaan yang meliputi penguatan personil, kelembagaan dan manajemen program.
Langkah-langkah dukungan organisasi lokal :
a. Mengidentifikasi kondisi/ situasi komunitas dimana Alumni akan kembali. Hal ini bertujuan untuk melihat peluang dan permasalahan yang mungkin dihadapi Alumni, sehingga petugas memiliki informasi dasar untuk melakukan perubahan masyarakat dalam menanggulangi masalah Narkoba.
b. Melakukan asesmen terhadap potensi dan sistem sumber serta resistensi terhadap Alumni dalam masyarakat. Pembinaan lanjut menganalisis kekuatan masyarakat untuk mengatasi masalah narkoba, demikian pula resistensi yang ada dalam masyarakat sehingga dapat dilakukan upaya meminimalkan penolakan ini.
c. Penggunaan pranata sosial. Organisasi ini bertujuan mempersiapkan organisasi lokal dalam mengkondisikan masyarakat agar mendukung proses penerimaan dan turut membentuk kehidupan Alumni menjadi lebih produktif. Selain itu, masyarakat sendiri diharapkan dapat mengembangkan ketahanan yang dapat mencegah penyalahgunaan Narkoba dilingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah narkoba melalui cara persuasi dan re-edukasi, dll. Langkah awal dapat dimulai dari tokoh masyarakat dan organisasi lokal sebagai agen perubahan, kemudian dikondisikan agar aktivitas ini dilanjutkan pihak lainnya.
d. Membangun komitmen untuk menerima Alumni penyalahgna narkoba. Petugas pembinaan lanjut melakukan proses pendekatan kepada masyarakat melalui pranata sosial/ organisasi lokal sehingga mereka dapat mengkondisikan masyarakat yang memungkinkan Alumni dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar.
e. Penguatan pengawasan sosial terhadap lingkungan dan penerimaan terhadap Alumni. Aktivitas ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah narkoba sehingga meminimalkan kesempatan Alumni untuk kembali lagi menjadi penyalahguna narkoba.
f. Peningkatan keberdayaan organisasi sosial lokal untuk melakukan pilihan atau menggunakan kesempatan. Aktivitas pemberdayaan masyarakat diarahkan kepada pemberian kesempatan pengurus organisasi lokal untuk melakukan proses pemahaman diri atas potensi yang dimiliki dan dikaitkan dengan tujuan organisasi yang akan dicapai. Petugas mendorong pengurus organisasi melakukan aktivitas, refleksi secara individual dan kolektif terhadap pencapain kegiatan pada periode lalu, kemudian melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan yang terjadi untuk dijadikan proyeksi kegiatan dalam membantu lingkungan sosial dapat menerima Alumni narkoba. Dalam kegiatan organisasi lokal, proses asesmen terhadap potensi internal dan eksternal dilakukan untuk melihat peluang kegiatan yang mengkondisikan terjadinya penerimaan masyarakat sehingga dapat membantu eks penyalahguna narkoba merasa bagian dari masyarakat dan diperlakukan secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Dengan demikian, masyarakat luas melihat masalah narkoba sebagai penyakit yang bisa disembuhkan tidak sebagai stigma yang tidak dapat dihilangkan dan dibawa secara turun temurun.
g. Penguatan power/daya terhadap sistem sumber. Pembinaan lanjut melakukan pemberdayaan difokuskan pada dimensi kemampuan organisasi lokal untuk mampu
h. melakukan identifikasi terhadap berbagai sumber sosial yang ada dalam lingkungan organisasi maupun pada lingkungan yang lebih luas. Kemudian dilanjutkan dengan peningkatan akses-akses organisasi terhadap berbagai sumber yang akan mendukung kegiatan penyiapan masyarakat yang mampu menciptakan kontrol sosial terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan penanganan masalah narkoba. Selanjutnya, peningkatan aksessibilitas organisasi diharapkan dapat mempertahankan kontinuitas program yang dapat diarahkan untuk menghindari terjadinya relapse (kembali menjadi pengguna). Dengan demikian, organisasi lokal selalu memiliki mekanisme internal dan eksternal dalam memanfaatkan berbagai sumber formal, informal dan kemasyarakatan.
5. Pengetahuan Tentang Relapse
Aftercare pada dasarnya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya relapse sehingga pengetahuan tentang relapse merupakan aspek penting bagi alumni, keluarga, dan lingkungan sosialnya. Pengetahuan mengenai relapse yang perlu diketahui adalah pengertian, tanda-tanda, faktor-faktor pemicu relapse, serta upaya pencegahannya.
a. Pengertian
Relapse atau kekambuhan diartikan sebagai suatu kondisi dimana seorang alumni kembali memakai narkoba sebagaimana dia melakukannya dahulu.
Relapse adalah suatu proses, bukan kejadian tunggal, dimana seseorang setelah dinyatakan abstinensia kembali menggunakan narkoba.
Kekambuhan akan terjadi jika semua komponen disekitar Alumni tidak dipersiapkan dengan baik (co-dependents). Rasa kesal dan menghindar dan ingin kembali ke dunia narkoba akan terjadi jika semua pihak tidak memiliki sikap yang positif terhadap Alumni.
b. Tanda-tanda relapse meliputi indikator – indikator sebagai berikut :
1) Perubahan pada perilaku, masalah yang paling berat adalah mengenang, mengingat dan ingin coba-coba dan karena pengaruh teman sebaya akan membawa yang bersangkutan ke dalam kehidupan narkoba.
2) Tidak peduli terhadap keadaan.
3) Terlalu cepat merasa puas pada diri sendiri.
4) Menjadi terlalu negatif terhadap hidup
5) Tidak sabar, kebiasaan instan untuk mendapatkan segala sesuatu tanpa kerjasama dan membuat khayalan dan harapan yang sangat besar,
6) Terlalu percaya diri. Kehilangan percaya diri pada saat menyalahgunakan narkoba adalah wajar. Namun jika secara medis sudah sembuh, seharusnya percaya diri tersebut sewajarnya saja jangan melebihi alam pikirannya
7) Perubahan pada pikiran.
c. Faktor-Faktor Menuju Kepada Relapse
Relapse dapat dipercepat melalui sejumlah faktor yang saling berhubungan, yaitu :
1) Komitmen yang kurang kuat untuk berhenti memakai narkoba. Biasanya ini terjadi karena Alumni tidak memiliki tekad yang kuat untuk melupakan narkoba.
2) Situasi berisiko tinggi muncul akibat munculnya masalah baru terutama penolakan orang lain terhadap dirinya.
3) Keadaan emosional yang berisiko tinggi
4) Konflik antar sesama
5) Tekanan Sosial



d. Upaya Pencegahan Relapse
Pelaksanaan pencegahan berazaskan pada pembimbingan, proses relapse dan faktor-faktor psikis maupun fisik yang menunjukan perilaku memburuk. Begitu pula mengerti tentang faktor-faktor yang dapat mengecilkan resiko relapse akan dapat membantu pembimbing menghadapi situasi secara efektif.
Upaya diarahkan pada metode yang sistematis untuk mencegah timbulnya kembali perilaku adiktif, yang diarahkan pada :
e. Mengembangkan kepandaian baru untuk mengatasi situasi berisiko tinggi, dengan cara memberikan berbagai aktivitas kepada Alumni agar mampu menurunkan kecenderungan untuk relapse. Contohnya
kegiatan kursus, perbengkelan, pertukangan, dan olah raga.
1) Mengidentikasi tanda-tanda peringatan relapse antara lain perubahan perilaku, tidak peduli terhadap keadaan, mulai pada diri sendiri, terlalu negatif terhadap hidup, tidak sabar, pandangan searah, terlalu percaya diri, dan perubahan pada pikiran.
2) Mengadakan perubahan untuk cara hidup yang sehat seperti makan teratur, mandi teratur, tidur teratur, dan menolak terhadap narkoba.
3) Meningkatan kegiatan produktif untuk kepentingan Alumni terutama berkaitan dengan persiapan masa depannya seperti belajar, latihan keterampilan, dan berusaha untuk mencari nafkah atau pekerjaan.

KOMPONEN PROGRAM TC

Komponen program merupakan satu kesatuan yang didalamnya terdapat berbagai macam perangkat program TC berintensitas dan berstruktur tinggi, yang diimplementasikan pada tahap primary maupun re-entry dengan asumsi bahwa setiap Residen wajib bertanggung jawab atas fungsi dan perannya di dalam satu kelompok/komunitas yang homogen. Adapun komponen program secara garis besar terdiri dari berbagai kegiatan dan perangkat (tools) yang terbagi dalam beberapa klasifikasi.

1. Daily Schedule ( Jadwal harian )
• Rising Time / Wake Up call ( Bangun pagi )
• Morning Exercise ( Senam pagi )
• Wash up ( mandi )
• Breakfast , Lunch , Dinner ( sarapan , makan siang , makan malam )
• Siesta ( Tidur siang )
• Break ( Istirahat )
• Sports ( Olah raga )
• Curfew ( Jam tidur malam )

2. Group dan perangkat TC
 House Follow Up / House Chores
 Free Time / Free and Easy
 Pre Morning Meeting
 Morning Meeting
 Job Function
 Group Confrontation / Family Confrontation
 En – Counter Group
 Wrap Up / Evening Wrap up
 Static Group
 Testimonies
 Religius Activites
 Week end wrap up
 General Cleaning
 Escort / Buddy / Shotgun / Pendamping
 Nightwatch / Nigthman
 Sweeping
 Confrontaion
 C O D meeting
 Relapse prevention Training
 Seminars
 TC Lecture dan TC Workshop
 Departemental Meeting
 Spare part
 Homeleave
 Time Off
 Kenaikan fase ( Phase Promotion )
 Penurunan fase ( Phase Demotion )
 Under Reflection status
 General Meeting
 Drop guilt
 Sanction Tools by panel ( ST , DW , HC )
 Instant clean Up
 Pull Up
 On Chair
 Accountibility.
 Learning Experience
 Probe
 Extended dan marathon
 Ban
 Job change
 Jargon / terminology TC
3. Formulir-formulir sebagai Pendukung Metode Therapeutic Community
(Terlampir)
4. Pendukung Pelaksanaan Metode Therapeutic Community
a) PENYEDIAAN PAKAIAN DAN PERLENGKAPAN
Penyedian pakaian dan perlengkapan negara untuk mendukung kegiatan rehabilitasi sangat diperlukan untuk keseragaman waktu berolah raga dan kegiatan pendukung lainnya.
b) PENYELENGGARAAN POLI-KLINIK
Dalam menunjang program rehabilitasi bagi korban Napza diberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan agar residen yang berada di Panti memiliki tingkat kesehatan yang baik, dengan adanya sarana dan prasarana poliklinik yang baik maka tingkat kesehatan akan lebih baik.
Teknis oprasional pelaksanaan pelayanan kesehatan PSPP “Galih Pakuan” Bogor bekerja sama dengan Dinas Kesehatan/ Puskesmas Ciseeng yang dibantu oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi yang cukup baik dan profesional.
c) PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN
Perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan, dengan referensi buku yang beragam, berkualitas dan bermutu, disertai dengan konsistensi dan konsekuensi pemeliharaan buku perpustakaan, maka diperlukan adannya pengadaan dan pemeliharaan buku perpustakaan khususnya buku yang berkaitan dengan proses pelayanan rehabilitasi di dalam panti. serta buku-buku lainnya.
d) VISUALISASI DAN PUBLIKASI
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, maka Publikasi merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan informasi baik ke dalam maupun keluar lingkungan panti, maka sangat diperlukan adanya sarana Komunikasi, Promosi dan Publikasi yang efektif dan efesien antara lain dengan membuat visualisasi data proses pelayanan Rehabilitasi Sosial, Pembuatan dan Penyebaran leaflet atau mengadakan pameran.

e) PELATIHAN TENAGA FUNGSIONAL
Untuk menunjang peningkatan kualitas pelayanan rehabilitasi sosial, salah satu unsurnya adalah pemberdayaan Sumber Daya Pegawai Panti khususnya tenaga pekerja sosial fungsional. Guna menjawab semakin meningkatnya permasalahan sosial dibidang napza. Maka dipandang perlu adanya pelatihan tenaga fungsional yang dapat membekali residen dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Dengan adanya tenaga yang terlatih dengan baik maka kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik.
f) FASILITAS ASRAMA, PENDIDIKAN DAN KETERAMPILAN
Dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada Residen, Fasilitas panti dilengkapi dengan berbagai perlengkapan diantaranya perlengkapan Asrama Residen, perlengkapan Pendididikan dan peralatan keterampilan sebagai penunjang pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi residen. Dengan Demikian maka pelayanan rehabilitasi sosial bisa dilaksanakan secara optimal.
g) MONITORING DAN EVALUASI
Kegiatan Monitoring Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas program pelayanan yang telah diberikan di PSPP”Galih Pakuan”Bogor, sejauh mana hasil yang dicapai secara kualitatif dan kuantitatif pelayanan panti yang dilakukan dalam setiap tahapan pelayanan dan melihat kemajuan dari setiap residen yang ada:
• Monitor dan evaluasi Tahap Intake Proses
• Monitor dan evaluasi Tahap Awal (Primary Stage)
• Monitor dan evaluasi Tahap Lanjutan (Re-Entry Stage)
• Monitor dan evaluasi Tahap Pasca Rehabilitasi (After Care Stage)
• Monitor dan evaluasi Kegiatan Pendukung Pelayanan Rehabilitasi Sosial
h) PENYUSUNAN PERENCANAAN PROGRAM
Penyusunan perencanaan program adalah untuk merumuskan dan merencanakan program pelayanan agar dapat memudahkan dalam menentukan skala prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan menjadi pola pelaksanaan kegiatan untuk yang akan datang.
Demikian gambaran tentang pelaksanaan program/kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan Napza di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor, dengan Basic Program Metode Therapeutic Community (TC) yang menggunakan kelompok sebagai dasar pelaksanaan terapi.

hostgator coupon